Friday, June 4, 2010

cerpenqu :) perjalanan

Perjalanan
By: Nia Moffetra

Hidup ini memang sebuah pilihan. Pilihan untuk menentukan apa yang disukai maupun tidak. Itulah yang sedang dialami Ricky. Perdebatan antara dia dan ayahnya yang menurutnya selalu mengatur kehidupan anak-anaknya tanpa memperdulikan apa yang anak-anaknya inginkan yang kadangkala jauh dari apa yang diharapkan ayahnya. Terutama masalah yang satu ini, ayahnya ingin Ricky masuk ke universitas kedokteran seperi kedua kakaknya yang juga mengikuti jejak sang ayah, padahal Ricky lebih berminat pada bidang arsitektur. Itulah yang kini membuat Ricky pergi dari rumah. Sudah terlalu lama hidupnya di atur oleh ayahnya, dan sekarang dia ingin menjalani segala sesuatunya menurut kemauannya sendiri.
Senja pada sore itupun mengiringi perjalanan Ricky dengan mobil kesayangannya hadiah ultah dari kakak-kakaknya yang sudah sukses itu. Dia sendiri tidak tahu mau kemana, dia hanya mengikuti jalan yang terbentang di depannya. Dia juga sadar kepergiannya sebentar lagi pasti akan diketahui oleh keluarganya.
Terlihat di depan jalan ada seorang gadis yang melambaikan tangannya untuk bisa mendapat tumpangan sambil membawa backpack. Ricky sih cuek aja, dia lewati gadis itu. Tapi setelah beberapa meter mobilnya melaju, dia baru sadar kalau jalanan itu sepi dan mungkin akan jarang kendaraan yang lewat sini kalau sudah malam begini. Kemudian Ricky memutar balik mobilnya dan mendatangi gadis itu lagi yang ternyata masih berdiri di pinggir jalan itu dengan wajah yang kelihatannya sudah letih.
“ Maaf, mba mau kemana?” tapi gadis itu justru kelihatan kesal dan pertanyaan Ricky pun tak di gubris gadis itu.
“ Maaf mba, bukannya tadi saya tidak mau memberi tumpangan tapi saya kelewatan, lagian malem-malem gini pasti udah jarang ada kendaraan yang lewat sini, kalau mba mau menumpang saya nggak keberatan, daripada ntar mba kenapa-napa di jalan kayak gini” Lanjut Ricky dengan bermaksud agar gadis itu tidak merasa tersinggung.
“Kamu ngancem saya? Saya tahu tadi kamu jalan terus aja tanpa peduli ma saya. Justru saya yang heran kenapa kamu balik lagi, jangan-jangan kamu punya niat jahat ma saya.” Jawab gadis itu ketus.
“ Nggak kok mba, kalau memang mau menumpang nggak papa, saya bisa anterin” jawab Ricky sambil tersenyum.
Gadis itupun masuk ke mobil Ricky walau wajahnya masih terlihat kesal.
“Mau kemana mba?” Tanya Ricky ramah.
“Jalan aja nanti saya kasih tau” jawab gadis itu singkat.
“Saya Ricky, nama kamu siapa?”
“Saya Ata”. Jawab gadis itu ramah akhirnya.
“Kamu masih sekolah?”
“Iya, baru naik kelas 3 SMA, kamu sendiri?”
“Oh, kalau saya baru lulus SMA.”
“Hmm, saya berenti di stasiun aja mas. Di pertigaan jalan nanti belok kanan ada stasiun. Saya berenti di situ saja.”
“Jangan panggil saya mas, panggil Ricky aja.” Jawab Ricky sambil terkekeh.
“Kalau mau tidur silahkan aja, kayaknya kamu lelah banget”
Kemudian gadis itu menatap heran ke Ricky.
“Tenang aja nggak saya apa-apain kok, saya orang baik-baik” jawab Ricky membalas tatapan gadis itu. Walau sebenarnya Ricky masih mau ngobrol dengan gadis itu karena heran juga ngapain dia malem-malem gini pergi sendirian. Malah sempat melesat di pikiran Ricky, jangan-jangan gadis ini juga kabur dari rumah. Tapi dia mengurungkan niatnya karena gadis itu memang sudah sangat terlihat letih.

Malam semakin larut dan lambat laun gadis itu tertidur. Suasana perjalanan itu sangat sepi Ricky cuma ditemani lagu-lagu yang dia putar di mobilnya dengan suara yang pelan. Akhirnya sampai juga di stasiun kereta. Dia pun membangunkan gadis itu. Gadis itupun terbangun dan beranjak keluar dari mobil.
“Kamu beneran berenti di sini? Memang kamu mau kemana sih?” Tanya Ricky heran sambil melihat keadaan stasiun yang lumayan sudah sepi hanya beberapa orang penjual dan penumpang yang terlihat seperti sedang menunggu peberhentian kereta selanjutnya.
“Iya saya berenti di sini saja, saya mau ke rumah tante saya, makasih banyak ya” balas gadis itu.
“Iya, nggak papa kok, hati-hati ya”
“Ok” balas gadis itu semangat dan gadis itupun berlalu dari hadapan Ricky.

Ricky kemudian mampir di mini market yang ada di stasiun itu untuk membeli bekal untuk perjalanan berikutnya. Ricky kaget ketika sedang memilih beberapa makanan kecil, dan matanya tertuju pada surat kabar yang memuat foto dirinya terpajang di situ. Dia langsung bergegas membayar belanjaannya dan juga surat kabar itu. Ricky sadar dia sudah dua hari meninggalkan rumah tanpa ada satupun nomer telpon yang bisa di hubungi. Ricky kembali ke mobil dan menjalankan mobilnya. Dia coba membaca lagi berita yang ada di Koran itu. Dan dia juga kaget karena di halaman yang sama dia melihat sosok foto gadis yang mirip dengan Ata, gadis yang barusan menumpang di mobilnya. Di situ juga tertulis kalau gadis itu juga pergi dari rumah sudah tiga hari. Ternyata apa yang dipikirkan Ricky mengenai gadis itu benar, dia juga kabur dari rumah.
Dan dia lebih kaget lagi waktu Ata tiba-tiba muncul dari belakangnnya.
“Kamu jangan kaget gitu dong, kendarain aja mobil kamu dengan bener. Kamu pasti udah tau berita soal aku dari Koran itu kan. Tadi waktu duduk di stasiun aku liat berita itu, makanya aku panik nggak tau mesti ngapain, akhirnya aku keluar stasiun dan lihat mobil kamu masih ada di sini dan aku masuk aja karena mobil kamu ternyata nggak di kunci. Sorry yach” gadis itu menjelaskan.
Ricky pun baru sadar kalau tadi dia lupa mengunci mobilnya.
“Ternyata kita sama-sama kabur dari rumah ya” balas Ricky.
“Aku juga tau itu, trus kamu sekarang mau kemana?”
“Nggak tau, belum tau juga mau kemana, bukannya tadi kamu bilang mau ke rumah tante kamu?”
“Iya sebenernya aku mau ke rumah tanteku yang ada di Bandung, karena Cuma dia satu-satunya orang yang ngerti banget dengan aku. Eh aku boleh duduk di depan nggak?”
“Silahkan, boleh aja” jawab Ricky sambil memindahlan barang belanjaannya ke belakang.
Mereka mulai merasa akrab satu sama lain dan mulai menceritakan masalah masing-masing. Di mulai dengan Ata yang ternyata dia mengidap gagal jantung. Dia merasa bosan banget terus-terusan tinggal di rumah sakit, makanya dia kabur. Dia ingin sebelum ajalnya tiba dia ingin menghabiskan hidupnya dengan menghirup udara kebebasan dan melakukan hal-hal yang dia ingini. Sedangkan kalau di rumah sakit dia nggak bisa ngelakuin apa-apa selain hanya istirahat dan istirahat. Ricky pun bercerita kalau dirinya kabur juga karena berdebat dengan ayahnya dan ingin bebas dari ayahnya yang selalu mengatur kehidupannya. Sebenarnya kedua kakaknya juga punya cita-cita lain, namun karena tak ingin mengecewakan ayahnya maka kedua kakaknya mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter. Sedangkan Ricky tak ingin jadi dokter, dia ingin jadi arsitek. Kemudian terdengar tawa cekikikan dari Ata.
“Loh, kenapa ketawa?” Tanya Ricky heran.
“Enggak, aku cuma mikir, kalau dokternya secakep kamu, aku jamin setiap hari pasti tempat praktek kamu pasti penuh pasien, terutama pasien cewek hahahahahha” jawab Ata geli.
Terlintas senyum malu dari bibir Ricky. Ata tau dia nggak bisa menyangkal kalau Ricky itu memang tampan, badannya tinggi dan tegap dengan kulit yang bersih, Punya selera humor dan juga baik. Walau kadang-kadang dia keliatan sombong, dingin dan cuek kalau lagi diam.

Sudah tiga hari perjalanan mereka sejak bertemu. Perjalanan dari Yogya menuju Bandung. Mereka tidak terburu-buru dan hari-hari dihabiskan di mobil itu. Ya kadangkala kalau lagi melewati jalan yang pemandangnnya bagus mereka berenti sejenak untuk menikmati pemandangan itu. Dan menginap di motel-motel sederhana dengan biaya yang murah tentunya, umtuk mennghemat biaya perjalanan mereka. Hari-hari itu mereka lalui bersama. Mereka juga mulai menyadari kalau keberadaan mereka kadang dikenali oleh orang lain, lantaran infomasi tentang mereka yang ada di Koran nasional itu. Misalnya saja waktu mengisi solar mobil, salah satu pegawai mengenal mereka dan melaporkan mereka ke nomer yang ada di surat kabar itu. Tentu saja mereka langsung kabur dan lupa membayar solar yang mereka beli.
Malam itu Ata terlihat sangat lemah dan pucat. Tubuhnya gemetar dan berkeringat dingin. Ricky tidak tau harus berbuat apa. Sudah berbagai usaha yang dia lakukan untuk menghangatkan Ata, tapi tidak ada perubahan juga, tubuhnya tetap dingin sekali. Sekarang mereka juga lagi berada jauh dari rumah penduduk dan tidak ada penginpan di dekat daerah itu. Ricky semakin tidak tega melihat keadaan Ata. Yang terlintas di pikirannya hanyalah mengantarkan Ata ke rumah sakit. Namun jika dia lakukan itu maka mereka akan berada dalam keadaan seperti mereka dulu. Terperangkap pada pilihan yang tidak mereka inginkan.

“Ata….Ata kamu sudah sadar sayang? Papa dan Mama sangat mencemaskan kamu, kamu kemana saja sih?”
Ata tidak dapat berbicara lagi. Dia sadar, tempat ini tidak asing lagi baginya. Tempat yang selalu dia benci, tempat yang selalu mengekangnya, rumah sakit. Mamanya menjelaskan kalau ada anak laki-laki yang mengantar dia ke rumah sakit, dan dia Cuma bilang semoga kamu cepat sembuh. Ata tak bisa lagi membendung airmatanya. Kenapa Ricky mengingkari janjinya kalau mereka tidak akan kembali ke masa dimana mereka merasa tertekan.
Begitu juga dengan Ricky. Dia kembali ke rumah. Sambutan suka cita dari keluarganya memecah kerinduan keluarganya yang selalu menanti kepulangannya. Ayahnya berjanji untuk tidak memaksa Ricky lagi untuk jadi dokter.
“Yah, Ricky mau jadi dokter, dokter ahli jantung. Boleh kan?” tiba-tiba Ricky menyampaikan keinginannya sekarang kepada ayahnya yang sangat mengejutkan keluarganya, terutama ayahnya.
Dia menyadari pelukan hangat dari ayah dan keluarganya justru membuatnya merasa bahagia dan damai. Namun ada kebahagiaan yang sangat berarti baginya. Kebahagiaan saat-saat kabur dari rumah dan bertemu Ata. Melewati hari bersama dan juga telah merasa benar mengantarkan Ata ke rumah sakit demi kebaikannya. Karena dia tidak ingin melihat Ata menderita tanpa mendapatkan pertolongan dan perawatan yang semestinya.
“Dia cuma menitipkan ini buat kamu” Suster di rumah sakit itu hanya memberikan Ata selembar kertas dan gantungan kunci lumba-lumba yang terdapat bintang di tengahnya.
“Makasih ya” jawab Ata pelan sambil membuka surat itu dan mulai membacanya.
“Ta, maaf ya. Aku lakuin ini karena aku nggak tega lihat kamu menderita tanpa dapat pertolongan yang semestinya, dan aku pasti akan merasa bersalah banget kalau sampai terjadi apa-apa sama kamu. Ini gantungan kunciku buat kamu. Ini barang kesukaanku dan menurut aku bisa membuat aku semangat dan membawa keburuntungan buat aku. Dan aku harap bisa membawa keberuntungan juga buat kamu. supaya kamu nggak putus asa dan mesti yakin kalau nanti kamu itu bakalan bisa sembuh. Karena lumba-lumba itu selalu bahagia dan bintang itu bisa membuat kamu untuk terus berusaha dan nggak putus asa. Aku ingin kalau kita ketemu nanti kamu harus lebih baik dari sekarang yach. Kamu kejar harapanmmu untuk bisa sembuh dan aku akan kejar harapanku untuk melakukan apa yang aku yakini sekarang. Aku yakin kita pasti bisa bertemu lagi nanti.” Walau Ata sedih dengan isi surat itu, tapi itu justru bisa memberi dia harapan agar dia bisa bertahan.

Sudah 5 tahun lamanya setelah peristiwa itu. Dan Ricky sebentar lagi akan segera menyelesaikan sekolahnya dan nantinya bisa menjadi dokter spesialis jantung seperti apa yang dia inginkan. Ricky kini bertugas merawat seorang pasien yang karena keinginannya yang kaut ingin bisa sembuh, maka dia bisa bertahan hingga saat ini. Dia sangat bahagia karena gadis yang dia kenal dulu sangat kuat dan punya semangat yang besar sekarang. ternyata selama 5 tahun ini Ricky selalu memantau perkembangan Ata tanpa Ata sendiri ketahui. Dan memang sekarang Ricky sendiri yang mengajukan diri untuk merawat pasiennnya itu. Dan sekarang pasiennya itu sedang menunggunya.
“Selamat siang, maaf kalau anda sudah menunggu terlalu lama” sapa Ricky.
Alangkah kagetnya Ata ketika meilhat orang yang sekarang berdiri di depannya. Tidak mungkin dia bisa melupakan wajah itu. Orang yang meninggalkan kenangan bersamanya dulu.
“Ricky…..kamu sekarang jadi dokter…tapi kan dulu kamu bilang...”
“Nggak mau jadi dokter” jelas Ricky meneruskan kalimat Ata.
“Aku sudah berubah pikiran saat kamu sekarat dulu. Aku berpikir alangkah bahagianya aku kalau bisa menolong orang lain yang benar-benar membutuhkan pertolonagn aku. Makanya aku memutuskan untuk jadi dokter….dokter spesialis jantung, supaya aku bisa menolong orang seperti kamu.”
Ata tidak dapat menahan rasa rindunya, dia raih tubuh tinggi tegap itu dan memeluknya dengan erat, seolah tak mau orang itu meninggalkannya lagi.
“Rihard….itu nama kamu ya?” balas gadis yang ada di hadapannya itu, dengan rambut ikalnya yang sebahu, dan sekarang lebih manis dan lebih dewasa.
“Yup…itu nama aku, Ricky itu nama kecilku. Dan sekarang aku yang akan merawat kamu” jawab Ricky singkat dan didekap lagi erat gadis itu. Ya, Ata memang terlihat sangat kecil dalam dekapannya.

Desiran angin dan ombak di pantai mengingatkan mereka akan kenangan mereka dulu. Waktu mereka berhenti di pinggir pantai ini untuk menikmati alam sekitarnya.
“Ternyata kamu sewaktu sakit malah jalan-jalan mulu ya”
“Haahhahahha aku bilang ke ortuku kalau aku nggak mau terus-terusan di rumah atau di rumah sakit, aku juga ingin keluar, jalan ke luar kota. Ya akhirnya ortuku mengizinkan aku untuk jalan-jalan dengan ditemenin Mama dan Tanteku. Pokoknya aku bener-bener menikmati hari-hariku dan nggak nyangka aja bisa bertahan selama ini.
“ Tapi kamu tau darimana?”
“Kan selama 5 tahun ini aku selalu memantau kesehatan kamu tanpa sepengetahuan kamu” tawa kecil terdengar dari mulut ricky.
“Dasar jahat kamu” keluh Ata kesal.
“ Kamu selalu tau perkembangan aku, tapi kamu nggak biarin aku tau perkembangan kamu juga selama ini?, aku piker kamu udah lupain aku”
“Bukannya gitu, aku takut kalau kamu malah marah ke aku nanti karena udah nganterin kamu ke rumah sakit waktu itu.” Jelas Ricky.
“Emang sih aku marah dan kesel banget, tapi sekarang udah nggak, akhirnya aku tau kalau kamu Cuma lakuin yang terbaik buat aku, mungkin kalau aku di posisi kamu, aku juga lakuin hal yang sama.” jawab Ata.
“Mungkin karena lumba-lumba ini juga ya?” balas Ricky sambil memegang gantungan kunci mobilnya yang kini sudah menjadi liontin di kalungnya Ata.
“Mungkin…” jawab Ata sambil nyengir.
“Kamu tau semua kenangan kita dulu nggak pernah aku lupain, karena berawal dari sanalah semua kehidupan baruku dimulai” balas Ricky.
“Perjalanan kita dulu rencanannya sampai ke Bandung kan. Tapi ternyata kita hanya bisa setengah perjalanan. Kamu tau, sepertinya pengen deh ngelanjutin perjalanan yang belum selesai itu, tapi bisa nggak ya?? Apa aku masih di beri waktu lagi sama Tuhan untuk ngelakuin apa yang aku mau??”
“Kenapa nggak? Tuhan itu sangat sayang sama kamu, karena kamu punya semangat yang tinggi untuk menjalani hari-hari kamu. Dan lagian kan sekarang ada aku yang bakal ngejaga kamu, untuk melanjutkan nggak hanya perjalan kita yang belum selesai tapi juga melanjutkan perjalanan kehidupan kita selanjutnya” balas Ricky sambil tersenyum.
“Kita??” balas Ata mencoba memperjelas.
“Iya kita, kamu dan aku dan untuk kehidupan kita seterusnnya akan kita lalui bersama, deal??” Tanya Ricky.
“Deal” jawab Ata pasti.

Someone like you

Someone like you
By Nia Moffetra


“Anggie gue udah liat tampangnya, gila…emang mirip banget.”
“Hah yang bener?”
“Beneeer, ntar gue tunjukkin deh orangnya ma lo.”
Anggie penasaran banget sama kakak kelasnya, Mario, yang katanya mirip banget sama Ronald, mantan pacarnya dulu yang udah meninggal karena kecelakaan motor. Anggie dan Nika baru seminggu pindah kesekolahan itu, karena dua sepupuan ini emang ini baru pindah dari Yogya ke Palembang, karena Ayahnya Anggie di pindah tugaskan di sini, dan Nika sendiri tinggal dengan keluarganya Anggie setelah orang tuanya yang merupakan kakak Ayahnya Anggie yang meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Mereka sama-sama anak tunggal, jadi sekarang mereka sudah seperti saudara kandung.
Beberapa hari yang lalu Nika bilang dia ngeliat cowok yang mirip banget dengan Ronald, makanya mereka niat banget cari tau tentang cowok itu.
“Permisi kak Anna, kak Marionya ada di kelas nggak?”
“Kayaknya nggak ada tuh, biasanya jam istirahat gini dia selalu ada di kantin, coba cari di sana ?”
“Oh ya udah deh, makasih ya kak.”
Anggie dan Nika langsung meninggalkan IPS VI dan langsung ke kantin. Tapi pas udah ngeliat kak Mario, malahan Nika duluan yang ngajak kenalan sama Mario, biasalah sobatnya satu ini emang suka sok kenal.
“Maaf nih, ini kak Mario kan?”
“Ya, gue emang Mario, kenapa?”
Anggie kaget banget pas ngeliat Mario, ternyata apa yang dibilang Nika bener, kak Mario mirip banget sama Ronald.
“Enggak sih, sebenernya temen gue mau kenalan sama kakak, nih orangnya, namanya Anggie dan gue sendiri Nika”
Terang aja muka Anggie langsung merah karena malu, sobatnya ini suka malu-maluin aja, untung kak Mario lagi sendirian, coba kalo lagi sama teman-temannya, mau di taruh dimana ni muka. Untung aja kak Mario ramah. Ya, akhirnya Mario langsung mengajak dua cewek ini untuk ngobrol-ngobrol bareng.
“Ada apa nih tiba-tiba ngajak kenalan?”
“Mmm kita murid baru disini, jadi sebenernya kita mau ikut eskul anggar, dan katanya mesti ngomong ama kak Mario dulu, karena kak Mario ketuanya kan?” tanya Nika denagn PD-nya.
Anggie langsung memandang heran, sejak kapan mereka kepingin masuk eskul anggar, Nika nggak pernah bilang soal ini?
“Oh gitu, ya udah ntar sore kalian kumpul di aula olahraga, karena kita latihan disitu dan sekalian ntar gue kasih tau apa aja syaratnya, ok!, coz sekarang gue mesti masuk kelas, kalian juga mesti masuk kelas juga kan?”
“Oh iya ya, ya udah deh, see you ntar sore ya kak”
“Ok deh !”

Hari pertama latihan sudah cukup menyenangkan buatnya, dia bisa liat Mario dari dekat, liat pas dia latihan , pas dia becandaan dengan teman-temannya. Dia merasa apa yang udah hilang dari dirinya akan kembali lagi. Sepulang latihan, dua cewek ini curhat-curhatan tentang latihan pertama mereka. Anggie yang seneng banget bisa ngeliat kak Marionya, dan Nika yang juga seneng banget karena cowok-cowok yang ikut eskul ini cakep-cakep.
“Nik, Mario orangnya baik ya! Udah cakep, keren dan ngasyikin pula. Emang bener-bener mirip Ronald”
“Akhirnya gue bisa ngeliat lo semangat lagi, nggak perlu merenung and nangis tengah malem cuma gara-gara lo kangen ma Ronald. Kan sekarang kalo lo kangen ma Ronald, lo bisa liat kak Mario and ajak ngobrol aja, iya nggak?”
“Yee..elo tu yach!!”

Keesokkan harinya, tiba-tiba aja Nika tampangnya jadi bete nggak ngenakin dipandang. Dia ngasih kabar yang emang bener-bener nggak ngenakin. Dia bilang kalo kak Mario udah punya pacar yang namanya Dessy yang juga satu kelas sama Mario. Nika juga bilang kalo mereka udah pacaran 4 tahun. Mereka teman sejak kecil dan mulai pacaran sejak 3 SMP. Nika tau semua ini dari salah satu kenalannya yang satu kelas dengan Mario. Memang Nika jauh lebih aktif dibanding Anggie, dia cepat bersosialisasi dan lebih punya banyak teman.
Tapi semua itu tidak mempengaruhi Anggie. Buktinya dia masih aja ngedekitin Mario. Dan malahan mereka sekarang akrab banget. Nggak hanya deket dengan kak Rio (panggilan akrab Mario) tapi Anggie juga semakin akrab dengan kak Dessy, dan sekarang mereka malah berteman baik.

Hari demi hari, waktu demi waktu, akhirnya kalau usahanya untuk ngambil Mario dari kak Dessy itu salah banget, karena kak Dessy sendiri nganggap Anggie seperti adik sendiri.
“Jadi keputusan elo gimana nih Nggie?”
“Nggak tau deh Nik, kak Dessy itu orangnya baik banget . Dia nganggep gue kayak adiknya sendiri. Dia bahkan nggak curiga sama sekali sama gue, walaupun banyak temennya bilang kalo gue ini mau PDKT ma kak Rio”
“Kalau gitu, berarti dia nggak sayang lagi dong sama Mario?”
“Justru itu, dia tuh percaya banget sama kak Mario dan gue. Gue jadi nggak tega sama cewek sebaik itu.”
“Elo gimana sih Nggie, mereka sekarang kan udah putus gara-gara mereka bertengkar lima hari yang lalu. Lagipula kayaknya kak Rio juga suka tuh sama lo. Lo gimana sih, lo sendiri yang bilang nggak ada yang nggak bisa lo dapetin kalo lo mau.”
Kesempatan yang Anggie tunggu udah dateng sekarang. Kemaren kak Rio dan kak Dessy cek-cok dan sekarang udah putus. Tapi Anggie malah berubah pikiran.
“Lo tau nggak, gimana senengnya waktu kak Rio cerita pertama kali dia suka sama kak Dessy? Katanya kak Dessy itu cinta pertamanya, dan sekarang mereka udah 4 tahun pacaran. 4 tahun itu bukan waktu yang sebentar Nik!.Lagian kayaknya mereka putus gara-gara gue deh.”
“Eh bentar..bentar…bentar, lo bilang gara-gara elo?”
“Tapi Nik, kak Rio nggak jadi nemenin kak Dessy ke pesta ultah temennya kan karena kak Rio nemenin gue ke toko kaset sekaligus jalan-jalan!”
“Tapi kan kak Rio bilang sendiri kalo dia males pergi ke pesta itu, jadi bukan salah elo dong?”
“Lo tau nggak Nik?”
“Nggak tau tuh?”
“Yee..emang gue belum kasih tau kok!!” Anggie rada kesel.
“Nik, elo masih inget sama Billy kan?”
“Mmm…. Billy teman kita dulu? Si atlet renang itu?”
“Yap bener banget. Waktu kelas satu dulu kan gue suka ma dia, tapi ketika gue udah deket ma dia, dia malah pindah ke Jakarta nerusin sekolah atletnya.”
“Iya juga sih, kayaknya setiap cowok yang elo suka pasti selalu pergi he..he.., tapi apa hubungannya sama Mario?”
“Nggak ada, gue cuma lagi nggak mau ngomongin kak Rio lagi. Tapi lo bener, setiap cowok yang ada dalam hidup gue selalu pergi. Ronald, dia cinta pertama gue, cinta sejati gue dan cinta terakhir gue.”
“Ah.. elo kok jadi pesimis gitu sih?”
“Udah ah gue capek ngomong ma lo.” Jawab Anggie sewot.
“Ya udah gue mo tidur nguantukk banget.”
Sudah malam tapi Anggie masih belum bisa tidur, ada yang masih dia pikirkan. Dulu setelah Ronald, dia deket sama Febri, tapi setelah itu Febri pindah keluar kota. Selanjutnya begitu pula dengan Billy. Hanya ada satu barang kenangan dari Billy, gantungan kunci hello kitty warna hijau yang Billy kasih waktu dia mo pergi. Nggak seberapa sih, tapi begitu beraharga buat Anggie.


Dua minggu lagi acara perpisahan sekolah akan diadakan. Sebagian anak-anak kelas dua yang menjadi panitianya, termasuk Anggie dan Nika. Anggie masih ragu akan apa yang dirsakannya sama kak Rio. Walaupun sekarang mereka sangat dekat, tapi dia merasa apa yang dia lakukan ini sangat salah. Dan dia berfikir kayaknya dia harus merukunkan lagi kak Marionya dengan kak Dessy. Dia mulai mancari kak Dessy karena ada yang mau dia bicarakan. Akhirnya dia melihat kak Dessy lagi duduk dan ngobrol dengan teman-temanya di taman sekolah.
“Kak, maaf Anngie ganggu, ada yang mau Anggie bicarain sama kak Dessy.” Anngie mencoba meminta sedikit waktu untuk bicara.
“Ya udah deh kita ke kantin aja ya.” Jawab kaka Dessy ramah.
“Emang mo ngomong apa sih?”
“Kak, maafin Anggie ya, karena Anggie, kak Dessy jadi putus sama kak Rio.”
“Maksud kamu apa sih?”
“Kak, Anggie denger semua, sewaktu pulang sekolah Anggie mau ngembaliin novelnya kak Rio. Nia denger kak Dessy lagi ribut dengan kak Rio. Kak Dessy bilang kak Rio lebih mentingin Anggie daripada kak Dessy sendiri.”
“Oh soal itu, sudahlah itu semua sudah berakhir, lagipula ini kesempatan kamu buat dapetin Mario”
“Tunggu kak, sebenernya kak Rio sayang banget sama kak Dessy. Dia selalu seneng kalo cerita soal kak Dessy, dan nggak ada yang bisa gantiin kak Dessy di hatinya.”
Kak Dessy terdiam sejenak dan Anggie mulai melanjutkan kata-katanya.
“Sebenernya Anggie suka sama kak Rio cuma gara-gara kak Rio mirip dengan Ronald, pacar Anggie dulu yang meninggal karena kecelakaan.”
“Kecelakaan?”
“Iya kak, tapi itu semua udah cerita lama. Ya udahlah lupain dulu soal itu. Anngie mau bilang ,Anggie nggak mau ngancurin hubungan kalian.
“Jadi maksud kamu apa?”
“Maksud Anggie, kalian berdua baikkan lagi. Bentar lagi acara perpisahan kelas tiga kan, nah Anggie justru mau nyatuin lagi dua orang yang Anggie sayangi.”
“Tapi…”
“Udahlah Anggie juga tau kak Dessy masih sayang banget sama kak Rio, begitu juga kak Rio,nggak ada yang bisa gantiin kak Dessy di hatinya kak Rio. Dan ntar Anngie bantuin kak Dessy dandan buat ke pesta nanti.”
“Mmmm…boleh deh”

Sekarang Anggie dan Nika lagi sibuk mendadani kak Dessy, dengan gaya dandanan yang mereka contek dari salah satu majalah remaja dan hasilnya ‘perfect banget’. Kak Dessy cantik banget dan lebih anggun lagi dengan gaun berwarna pink-keunguan yang dipakainya. Anggie merelakan gaunnya dipakai kak Dessy untuk menebus kesalahannya. Padahal itu adalah gaun yang dia pakai waktu malam valentine bersama Ronald dulu.
Sesampai di pesta, semua terlihat indah, cantik, menarik dan meriah.
“Anngie, sebentar?”
“Ada apa lagi sih kak, sekarang pestanya udah mulai, nanti romeo kamu kelamaan nunggunya.”
“Sebenarnya Mario pernah bilang kalau dia itu juga suka sama kamu. Kamu anak yang baik, ramah juga lucu.”
“Iya, Anggie tau, tapi dia suka sama Anggie cuma sebagai adik aja.”


Semua urusan selesai, kak Mario dan kak Dessy udah baikan lagi. Acara sudah di mulai. Anggie seneng ngeliat mereka berdua rukun lagi, tapi tetap saja Anggie merasa kehilangan. Dia langsung menuju tangga yang menuju atap gedung aula. Dia berdiri di bawah langit bertabur bintang.
“Al, lo masih inget kan kalau bintang yang bersinar paling terang dan saling berdampingan itu adalah bintang kita berdua, walau katanya setiap hari itu ada ribuan bintang yang jatuh dan posisi bintang itu gak tetap, tapi bintang kita tetap bersinar dan kelihatannya masih berada di tempat yang sama.” Al adalah nama panggilan Ronald.
“Setelah elo pergi memang Billy satu-satunya yang bisa menghibur gue. Tapi dia gak bisa gantiin elo Al, dan sekarang gue kenal sama orang yang mirip banget sama elo, tapi dia udah ada yang punya. Elo bisa liat kan kak Dessy malem ini cantik banget mirip bidadari, sama seperti yang elo bilang ke gue waktu gue pakai gaun itu. Niat gue sebelumnya mungkin jahat banget, tapi gue sadar, gue gak bisa misahin dua insan yang udah lama bersatu. Lo selalu bilang kalau elo akan selalu jadi bintang kehidupan gue yang salalu menyinari setiap langkah gue. Gue sayang banget sama elo Al, sama kak Dessy , kak Rio. Gue seneng liat orang yang gue sayangi bahagia.” Air mata menetes di kedua pipi Angie.
“Gue kangen banget sama elo Al.”
Kak Dessy dan Nika yang nggak sengaja mendengar Anggie dari balik pintu terdiam tertegun mendengar semua yang dikatakan Anggie. Mereka mencari Anggie sedari tadi, tapi salah seorang temannya lihat kalau tadi Anggie naik ke atas dan akhirnya mereka berdua mencarinya di atas. Tapi mereka nggak tega dan mengurungkan niatnya untuk menemui Anggie. Akhirnya mereka kembali ke pesta. Tak lama kemudian Anggie turun bergabung kembali di pesta itu.
“Nggie kamu dari mana aja?” tanya Nika.
“Nggak kok cuma dari belakang tadi, wah tambah seru aja nih pestanya?”
“Iya dari tadi tu kak Dessy dan kak Rio cariin elo, tu mereka”
“Hei dari mana aja, tadi kita cariin. Eh kita nge-dance bareng yuk, ya itung- itung buat yang terakhir kita sama-sama.” Ajak Mario.
Anggie inget kalau kak Rio pernah bilang mau ngelanjutin kuliahnya di Padang bersama kak Dessy. Karena mereka berdua emang sama-sama orang Padang.
“Ayo deh” jawab Anggie.
Kak Rio, kak Dessy Nika dan Anggie sangat senang malam itu. Setelah itu musik mulai berubah jadi lagu romantis untuk berdansa. Anggie dan Nika meninggalkan Mario dan Dessy untuk berdansa berdua dengan lagunya The Corrs’ one night’.
“Udahlah Nggie, kan masih banyak cowok lain yang jauh lebih cool, misalnya Kevin Zegers he.. he..” canda Nika untuk menghibur sobatnya itu.
“Apaan sih lo Nik”
“Eh Nggie, semalem gue mimpiin Ronald, dan dia titip pesen buat lo”
“Apa Ronald?”
“Iya, dalam mimpi gue, dia bilang kalau elo itu nggak sendiri. Dan dia bilang masih ada gue dan juga Billy yang bakal selalu ada buat lo.”
“Billy?”
“Ya gue juga gak tau kenapa Billy sampe bisa kebawa-bawa. Lo jangan terlalu terbelanggu kenangan masa lalu, dan dia bilang kalo akan ada penggantinya dia.”
“Hah, Ronald bilang gitu? Tapi kok dia masuk mimpi elo bukan masuk mimpi gue sih?”
“Yee mana gue tau, mungkin elo terlalu mikirin kak Rio kali?”
“Ye elo tu ye, tapi gue kangen banget sama Ronald Nik”
“Ya udah deh elo gak usah sedih gitu, gue haus nih, gue ambilin minum duluyach, elo tunggu sini”
Selagi menunggu Nika mengambilkan minum, Anggie memikirkan apa yang baru di mimpiin Nika tadi. Anggie masih merhatiin kak Dessy dan Rio yang lagi asyik dansa bareng.
“Hallo pa khabar kuping caplang..”
Anggie tertegun mendengar suara itu. Suara itu tidak asing lagi baginya, dan ‘ kuping caplang’ julukan yang diberikan seseorang padanya memang karena kupingnya yang caplang. Itu kan suara…
“Billy??”
“Yap!! Bener. Pa khabar neng?”
“Billy, jadi ini bener-bener elo, nggak mungkin?”
“Loh kenapa nggak mungkin?”
“Tapi elo kan di…”
“Iya gue baru pulang dari Jakarta, elo lupa ya kalo gue itu orang sini juga, kebetulan ortu gue pindah ke sini juga, jadi ya sekarang kalo liburan gue pulang ke sini.”
Anggie tidak bisa menahan rasa kangennya sama Billy, dia langsung memeluk Billy dengan erat. Dia nggak percaya sekaligus seneng banget.
“Billy?”sapa Nika kaget.
“Hai Nik, pa khabar?”
“Baik, tapi lo kok bisa di sini?”
“Ya bisalah, udah deh kok elo jadi bengong gitu sih?”
“Kapan lo pulang?” tanya Anggie memecah kebengongan Nika.
“Iya kapan lo ke sini?”tanya Nika yang akhirnya bicara juga.
“Sebenernya sih udah dua hari yang lalu. Sebelumnya gue sempet ke Yogya and ketemu sama teman-teman kita dulu, dan pas gue tanya soal lo, katanya lo pindah ke Palembang. Ya, mereka juga yang kasih tau nomer telephone elo di Palembang. Tadi gue telphone ke rumah lo. Kata nyokap lo, lo lagi ngadiri acara perpisahan sekolah, ya udah gue tanya langsung aja alamat sekolah lo, dan akhirnya nyampe deh gue di sini.”
Anggie masih nggak percaya apa yang dilihatya, begitu juga dengan Nika, dan kali ini Nika nggak banyak bicara.
“Eh kita duduk di situ yuk, skalian ngobrol-ngobrol, kita kan udah lama nggak ketemu.”
“Ok deh” kedua sobat baik ini menyambut ajakan Billy.
“Eh Nggie, lo masih inget nggak pesen Ronald di mimpi gue yang tadi gue bilangin ke elo, kalau nanti elo bakal dapetin penggantinya dia, nah mungkin aja penggantinya Billy.”
Anggie cuma membalas apa yang dikatakan Nika dengan senyuman manisnya. Kak Mario dan Dessy mulai ngumpul bareng teman-temannya. Anggie, Nika dan Billy duduk di salah satu bangku di pojokan ruangan dan mengobrol dengan asyiknya berbagi cerita. Malam itu semuanya gembira dan jadi malam yang tak terlupakan bagi Anggie. Seolah-olah Ronald memang mendengar ungkapan hati Anggie dan menepati janjinya untuk mencarikan pengganti dirinya.